Dipostin: Minggu, 05 Januari 2014  oleh: Admin
     Pemilihan
 Umum (Pemilu) merupakan salah satu pilar demokrasi sebagai wahana 
perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan yang 
demokratis. Pemerintahan yang dihasilkan dari Pemilu diharapkan menjadi 
pemerintahan yang mendapat legitimasi yang kuat dan amanah. Sehingga, 
diperlukan upaya dan seluruh komponen bangsa untuk menjaga kualitas 
Pemilu. Pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun
 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD harus dilaksanakan 
secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, 
rahasia, jujur dan adil. 
     Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi 
mengatakan, semangat Pemilu itu dapat terwujud apabila seluruh komponen 
bangsa saling bangsa saling bahu-membahu mendukung pelaksanaan Pemilu 
sesuai aturan perundang-undangan dan penghormatan hak-hak politik setiap
 warga Negara. “Upaya memperbaiki kualitas pelaksanaan Pemilu merupakan 
bagian dari proses penguatan demokrasi serta upaya mewujudkan tata 
pemerintahan yang efektif dan efisien,”kata Mendagri. Suksesnya Pemilu, 
kata Mendagri, bukan hanya bersandar pada integritas penyelenggaraan 
Pemilu dan peserta Pemilu semata. Namun, harus didukung pula oleh 
seluruh pemengku kepentingan Pemilu demi terciptanya sinergitas yang 
kuat dan saling berkesinambungan. Terlebih, Pasal 126 UU Nomor 15 Tahun 
2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu diatur bahwa pemerintah dan 
pemerintah daerah wajib memberikan bantuan dan fasilitasi 
penyelenggaraan Pemilu. Oleh karena itu, persamaan persepsi antar 
pemangku kepentingan Pemilu dalam upaya mewujudkan Pemilu yang 
demokratis, mutlak diperlukan. Salah satu tantangan yang dihadapi dalam 
penyelenggaraan Pemilu di Tanah air dewasa ini adalah menurunnya tingkat
 partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu. Kondisi itu setidaknya 
dapat terlihat dari beberapa hasil pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pileg)
 sebelumnya, yaitu Pemilu 1999 dengan tingkat partisipasi politik 
masyarakat mencapai 92,74 persen, Pemilu 2004 dengan 84,07 persen, dan 
Pemilu 2009 dengan tingkat partisipasi masyarakat sebesar 71 persen.
     Fenomena
 menurunnya tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu itu 
setidaknya juga dapat  tergambarnya dari pelaksanaaan Pemilihan Kepala 
Daerah (Pilkada) pada tahun 2013. Setidaknya, angka partisipasi politik 
masyarakat dalam Pilkada berkisar antara 50-70 persen. Sinergitas dari 
seluruh pemangku kepentingan Pemilu sangatlah diharapkan. Terutama, 
dalam rangka memberikan sosialisasi yang tepat kepada masyarakat tentang
 arti pentingnya Pemilu bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. “Kita 
tentu berharap partisipasi politik masyarakat akan tetap tinggi pada 
Pemilu 2014, baik secara kuantitas maupun kualitas,” kata Mendagri. 
Tantangan lain yang perlu dipecahkan berbagai pihak, kata  Mendagri, 
terkait kesadaran politik masyarakat menuju terbentuknya pemilih yang 
cerdas. Melalui pemilih yang cerdas diharapkan akan terpilih pula 
wakil-wakil rakyat yang berintegritas dan berkualitas tinggi. Hari 
pemungutan suara Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, telah ditetapkan 
pada 9 April 2014. Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan jajarannya juga telah
 menetapkan Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPR, DPRD Provinsi, dan 
DPRD Kabupaten/Kota. “Dengan telah ditetapkannya DCT, maka masyarakat 
dapat segera mengenali calon wakil-wakilnya untuk ditimang dan 
diputuskan siapa calon terbaik yang akan dicoblos pada 9 April 
nanti,”tutur Mendagri. 
     Direktur Jenderal (Dirjen) Kesatuan Bangsa dan 
Politih (Kesbangpol) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) A. Tanribali 
Lamo mengatakan, menjaga iklim daerah yang tetap kondusif menjelang 
Pemilu 2014, mutlak diperlukan. Mengingat, iklim daerah yang kondusif 
akan dapat menjamin masyarakat dapat menggunakan hak pilihnya secara 
demokratis. Pada tahun 2013, Kemendagri mencatat ada sebanyak 106 
Pilkada yang terdiri dari 14 Provinsi, 69 Kabupaten, dan 23 kota. 
Berdasarkan hasil evaluasi penyelenggaraan Pilkada, tidak sedikit yang 
berdampak pada terjadinya konflik sebagai wujud ketidakpuasan terhadap 
hasil Pilkada maupun pelaksanaan tahapan Pilkada yang tidak konsisten 
serta akurasi Daftar Pemilih Tetap (DPT). Di sisi lain, lanjut Tanribali
 Lamo, kondisi sosial politik nasional saat ini dihadapkan pada 
persoalan peningkatan eskalasi konflik sosial dan politik. Kondisi ini 
secara langsung berdampak pada terganggunya kelangsungan pembangunan 
nasional serta menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat 
di sejumlah daerah.
     Pusat Komunikasi
 dan Informasi (Puskomin) Kemendagri mencatat pada 2010 terjadi 93 
peristiwa konflik. Pada tahun 2011 terjadi peristiwa konflik, tahun 2012
 terjadi 128 peristiwa konflik, dan tahun 2013 hingga awal September 
tercatat peristiwa konflik. Persoalan ancaman aksi terorisme, kata 
Tanribali Lamo, juga menjadi persoalan yang perlu dicermati bersama. 
Pada tahun 2012 tercatat sebanyak 65 kali ancaman terror, 30 kali 
diantaranya adalah ledakan bom, serta telah terjadi penangkapan terhadap
 55 orang. “Diperlukan sinergitas dari seluruh pemangku kepentingan 
Pemilu, khususnya dalam menciptakan iklim daerah yang kondusif sehingga 
masyarakat dapat menggunakan hak pilihnya secara demokratis,” kata 
Tanribali Lamo. Terpisah, Kasubdit Fasilitasi Pemilu Ditjen Kesbangpol 
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Cecep Agus Supriyatna mengatakan, 
menurutnya tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu memang 
perlu mendapatkan perhatian serius seluruh kalangan. 
     Apakah menurunnya 
tingkat partisipasi itu disebabkan oleh menurunnya tingkat kepercayaan 
masyarakat terhadap partai politik (parpol), atau mungkin disebabkan 
karena tidak adanya calon pemimpin yang sesuai dengan keinginan rakyat, 
atau memang karena masyarakat sudah beranggapan bahwa Pemilu saat ini 
bukanlah hal yang penting. Di sisi lain, perlu diantisipasi pula potensi
 konflik yang ada di tengah-tengah masyarakat sepanjang penyelenggaraan 
Pemilu. Mengingat, seringkali terjadinya konflik di sejumlah daerah 
sepanjang pelaksanaan Pilkada, baik di tingkat provinsi maupun 
kabupaten/kota. Jika berbagai kondisi itu tidak disikapi secara baik, 
maka berpotensi mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. “Pemilu memakan
 dana yang cukup besar. Semestinya, hasil dari pemilu juga menjadi lebih
 baik,” harapnya. 
     Sementara, Ketua KPU Husni Manik mengatakan, ada empat
 indicator yang menentukan kesuksesan Pemilu 2014, yakni sukses dalam 
penyelenggaraan teknis kepemiluan, penyelenggaraan pemilu yang jujur dan
 adil, partisipasi masyarakat yang meningkat, dan kualitas pemilu yang 
lebih baik. Untuk mewujudkan hal itu dibutuhkan kerjasama dengan semua 
komponen bangsa, baik para penyelenggara pemilu, peserta pemilu, 
pemerintah, maupun masyarakat. “Dengan waktu yang tersisa menuju 2014, 
diharapkan Pemilu 2014 lebih baik dibandingkan Pemilu 2009,” ujarnya .
Sumber :Media Praja-Kemendagri 





0 komentar:
Posting Komentar